Wahai sang penguasa,
Sudah tumpulkah nuranimu?
Engkau membiarkan putra-putrimu, menjerit-jerit, berlinangan air mata darah,
Mereka menangis tak kunjung usai,
Mereka menjerit setiap saat,
Segala hak mereka dicabut,
Begitupun kebebasan mereka dirampas secara tidak manusiawi,
Keadilan bagi mereka kau kekang,
Kebebasan mereka diobrak-abrik,
Semangat juang mereka engkau patahkan dengan keegoisanmu itu,
Kecongkakkan hatimu menumpulkan nuranimu sendiri.
Lantas, bagaimana dengan masa depan mereka?
Langkah apa yang harus mereka tempuh, demi menghidupi keluarga mereka hingga akhir hayat?
Apakah engkau tahu jerih payah mereka selama ini, terutama disaat memperjuangkan generasi penerus bangsa?
Apakah kau tahu kesusahan yang mereka alami, tatkala mereka dihadapkan dengan persoalan anak-anak bangsa?
Apakah kau paham bagaimana mereka membentuk karakter generasi penerus bangsa ini?
Apakah kau lupa akan jasa mereka yang tak terurai sepanjang hayat hidup mereka, bagi bumi pertiwi ini?
Jasa mereka tak mampu kau ukur,
Semangat juang mereka demi mencerdaskan anak bangsa tak mampu kau urai,
Ketulusan hati mereka tak mampu kau kisahkan,
Tapi, kini kau hadir dengan berbagai kepentingan beralaskan kebijakan tumpulmu itu, kau datang merubah tatanan semangat juang mereka.
Apakah matamu sudah buta?
Apakah telingamu telah menjadi tuli?
Ataukah nuranimu sudah dikuasi kebengisan?
Apakah kau sudah kehilangan hati nurani?
Apakah kedamaian yang membara di relung hatimu sudah tergantikan dengan kekejaman, kebengisan dan kesombongan?
Wahai para petinggi dan pemangku jabatan,
Bagaimana perasaanmu tatkala kebun yang selama ini engkau garap demi menafkahi diri dan keluarga direbut bahkan hancurkan secara tidak manusiawi oleh oknum-oknum yang tak bernurani.
Begitupun dengan masyarakat kecil, tempat yang mereka garap selama demi memperoleh sesuap nasi kini dirampas secara tidak adil.
Bahkan makanan yang selama ini mereka nikmati telah engkau gantikan dengan racun yang mematikan,
Sepiring nasi yang mereka genggam selama ini engkau renggut, telah kau tukar dengan kekecewaan yang tak berujung.
Kemanakah mereka harus mencari sesuap nasi?
Kepada siapa mereka harus berteriak demi mencukupi hari-hari hidup mereka?
Dan kepada bangsa manakah mereka harus mengadu?
Sadarlah wahai para elit politik,
Bangsa ini didedikasikan bagi masyarakat jelata,
Bangsa ini tidak diperuntukkan bagi para kaum pengekang,
Bangsa ini murni dihadiahkan bagi anak bangsa, dan bukan untuk penjabat publik.
Wahai sang penguasa.
Apakah tindakan seperti itu seturut kehendak nuranimu?
Apakah engkau takut memelihara nurani dibanding menghambakan diri pada kesombongan semata?
Apakah kau takut jabatan, status sosial dan ketenaranmu dirampas dan tidak diakui?
Ataukah keinginan dagingmu sudah melemahkan semangat juangmu, wahai sang penguasa?
Wahai para pembesar bangsa,
Wahai para pemangku jabatan,
Wahai para elit politik,
Dimanakah sosok kebapakanmu, bagi anak-anakmu?
Dimanakah rasa cintamu sebagai seorang ayah terhadap putra-putrimu di bumi Pertiwi ini?
Apakah mereka yang terbuang bukan lahir dari bumi Pertiwi ini?
"Tak ada seorang bapak yang memberikan ular atau kalajengking bagi anak-anaknya sedangkan anaknya meminta telur dan roti".
Hai para pemangku jabatan,
Apakah kebijakanmu itu dianggap benar?
Apakah keputusanmu itu searah dengan suara hatimu?
Apakah langkah yang sudah kau tempuh didasari sikap pri-kemanusiaan?
Engkau tidak tahu jerih payah rakyatmu selama ini,
Engkau lupa akan cucuran keringat mereka yang menetes,
Engkau bungkam rintihan mereka, terutama saat giat di kerja,
Setiap hari, tubuh mereka bermandikan debu kapur dan tinta pena,
Wajah mereka kusam, bagaikan sehelai kain yang tiada artinya lagi,
Mereka ada untuk sejahterakan bangsa ini,
Mereka hadir untuk membentuk sumber daya manusia yang minim ini, membimbing, mengajar dan mengarahkan generasi penerus bangsa sesuai koridor yang benar,
Mereka bukanlah raja,
Mereka bukanlah hamba
Tapi sejatinya bangsa ini adalah milik mereka.
Sudah sejauh mana engkau mengaktualisasikan butir-butir Pancasila?
Sudah sejauh mana engkau perjuangkan amanah pancasila?
Apakah ideologi Pancasila sudah digantikan dengan ideologi komunismu itu?
Kami merasa teriris dengan kebijakanmu yang tumpul itu,
Kami menolak keputusanmu yang tidak terbuka itu,
Engkau telah membungkam keterbukaan publik,
Engkau sudah menodai asas Pancasila.
Bangsa ini bukan milik para elit politik,
Bangsa ini milik masyarakat jelata,
Bangsa ini didirikan atas usaha dan perjuangan masyarakat jelata dikala itu.
Bangsa ini didedikasikan bagi orang-orang kecil, yang datang dari berbagai suku, ras dan budaya.
Bangsa ini tidak diperuntukkan bagi para elit politik.
Bangsa bukan milik para pembesar yang berdasi luxiour,
Namun, bangsa ini milik kita semua.
Wahai para pemangku jabatan,
Engkau ada karena rakyat,
Engkau ada karena masyarakat,
Engkau dipilih rakyat,
Engkau diusung masyarakat kecil,
Engkau diperjuangkan oleh masyarakat,
Engkau bukanlah raja di bumi Pertiwi ini,
Engkau bukanlah pahlawan bagi bangsa ini.
Engkau bukanlah ksatria,
Engkau bukanlah pejuang
TAPI, engkau adalah sang pembunuh karakter para pejuang bangsa.
Kami sebagai masyarakat bangsa ini cinta akan keadilan,
Kami adalah rakyatmu yang mencintai perbedaan,
Kami masyarakat kecil mencintai bumi pertiwi ini,
Pusar kami pun terkubur di negeri ini,
Bangsamu bukan bangsa komunis,
Tapi bangsamu ini adalah republik,
Wahai sang perusak ideologi
Kami menolak kebijakanmu itu,
Kami menantang semangat juangmu yang tidak berpihak pada rakyat,
Kami mencintai kebebasan,
Kami mencintai persatuan,
Kami mencintai keberagaman,
Kami mencintai keadilan,
Dan kami mencintai keterbukaan sosial yang mengantongi kebenaran.
Jika aspirasi kami tidak digubris, kami akan berjuang lagi,
Jika jeritan hati kami terus dikekang,
Dan Jika semua kritikan dan aspirasi kami ditolak, kami akan berdiri tegak,
Keberanian yang beralaskan kebenaran dan keadilan mengantongi semangat juang kami.
Wahai Sang Pengekang
Kami tak akan mundur,
Semangat juang kami tetap berkobar,
Kami tidak akan berhenti berjuang demi menumpas tindakan ketidakbenaran yang engkau torehkan bagi kami,
Kami ada di republik ini,
Bangsa ini bukan bangsa milik kaum kapitalis,
Republik ini bukan republik komunis,
Bangsa ini juga bukanlah bangsa milik para penjajah,
Tetapi, republik ini milik kaum yang merdeka.
Diatas ubun-ubun, kami letakkan falsafah bangsa ini,
Kami junjung tinggi jasa para pahlawan bangsa,
Kami harga para petinggi bangsa yang berjuang bagi kaum terkecil,
Kami akan mengapresiasi kinerja petinggi bangsa yang mengedepankan kesejahteraan rakyat jelata,
Kami cinta bangsa ini
Kami pupuk keharmonisan diantara kaum terkecil.
Kami tidak akan tinggal diam, tatkala diantara kami diperlakukan secara tidak adil dan beradab.
Teruntukmu, sang pembuat kebijakan,
Hanya satu kata yang pantas kami teriakkan bagimu sang pengekang: LAWAN Kebijakan tumpul,
LAWAN Keputusan yang merugikan masyarakat kecil,
Kami akan LAWAN kebijakan yang tidak searah dengan tujuan bangsa ini.
**Voice Of The Voiceless
