Memikir untuk Wanti-wanti kekasih dalam Bundar Hati dia, benar-benar berat, karena ada seikat kawatan pada beton yang ditunggang pada Bahu . Dia, anak kampung kagum berat dengan si cewek berambut panjang, yang lama dirindukannya.
Tetapi, dia tetap kuat dengan menghadapi semua ini, lantaran hanya terpisah jarak oleh kemauan Orangtua yang masih meragukan anak kampung yang merantau sembari merajut Cita-cita dengan Bekerja sambil kuliah, menyukai Putri kesayangannya yang terlahir sebatang kara Baginya, "Hidup harus diusahakan dengan berbagai cara, agarkan mimpi akan jadi kenyataan walau Cinta masih dalam angan-angan yang pasti". Motto dia, yang disaluti banyak teman letingan di sekitaran kampung halamannya.
Dia namanya, Agus, biasa dipanggil akrab Guest, dan Dia selalu setia di dalam palungan menunggu sampai tiada waktu untuk harus bertemu kekasihnya, namun, luang tempat dari bawah pohon menjadi tiada oleh-oleh dari DIA. Dia, sering karib disapa, Guest.
Nama yang semirip dengan tulisan bahasa Inggris yang tapi, Guest bukan orang Negara sebelah, yang indah saat menyaksikan dari kejauhan malam. Negara yang memiliki sumber terang sepanjang jalan menuju kediaman. Lantas harus seperti apa, kalau hanya sebatas mengenali nama Guest, tapi sulit mengetahui Si DIA.
DIA, Namanya Kadek, gadis manis Bali, menguraikan rambut panjangnya saat melepas hingga menyentuh paha. Menawani hati, bila berkaca pada seantero wajah anggun itu. Kadek tampak Cantik untuk dipandang selebih waktu, apalagi dalam Tempo berjam-jam, seperti seutas benang kedalam sebuah jarum, tiada mengedip-edip mata.
Di sini, ditempat ini, dibawah ilalang yang rindang. Itu Lopo, hasil karya anak manusia, Selebihnya dari DIA yang menciptakan seisinya. Guest, menunggu dalam kepastian, hanya tiada deringan meneguri handphone Oppo, yang tiada suara sepanjang seharian. Guest berpikir untuk mau wanti-wanti wanita idaman seperti Kadek tapi sukar dan sulit apalagi sampai-sampai melupakan begitu saja.
Guest, menanti dengan sabar, karena subur hatinya, kalau nama Kadek telah tertanam damaikan niat dan kesungguhannya, mau berkata apa, hanya tanya hati yang menuaikan biar tersajikan seperti seporsi kacang tanah dan segelas teh hangat. Guest yang memesan untuk Kadek Masih tersimpan rapi di staf restaurant. Guest kira, gelas dan seporsi akan menunggu DIA, sampai Senja Berpulang di Barat.
Menanti terlalu lama, tidak membuat hati Guest Pupus, dari tempat yang dijanjikan sepagi tadi, agar sebelum gelap, keduanya bisa menikmati apa itu Cinta . Bagi Guest, Hanya DIA, satu-satunya harapan. Guest ingin pulang dan berbalik dari harapan tetapi Ia ragu kalau dengan begitu cepat Pamit pada kesendirian. Sedangkan, sepi telah mengatakan demikian, "janganlah untuk pergi, sebelum senja sebab, berpamit pada Siang dan terbitnya Pagi.
Hanya saja, Guest membuang bahasa hati itu, kepada waktu. Ia telah jujur melampaui segala yang ada biar, sebagai obat Penawar agarkan sembuh dari sakit penantian. Menunggu tiada pasti, sekedar gugatan hati dan mengugahnya untuk harus berpaling. Apa biakan waktu yang menjawabnya, waktu itu bisu, juga akan bisa menjawab yang ada dan tiada.
Biar saja pada tempat ini dan disini saja, daripada harus pergi tanggalkan janji yang berbuah lebat dan jatuh sia-sia tanpa menikmati. Guest, masih menunggu karena Hanya DIA.
Penulis, merupakan Mahasiswa STISIP Fajar Timur Atambua
Menetap di Atambua.
