Kurikulum Merdeka yang digulirkan Pemerintah sejak Februari Tahun 2022 melalui Mendikbudristek Bapak Nadiem Makarim sebagai bentuk evaluasi dari kurikulum sebelumnya, Ia mengklaim kurikulum merdeka diluncurkan demi mengejar ketertinggalan pendidikan di masa pandemi Covid-19, Ia juga mengklaim kurikulum ini akan menciptakan kegiatan belajar menjadi lebih fleksibel. "Jadi kita mengikuti filsafat kemerdekaan, merdeka belajar. ….," kata Nadiem dalam konferensi virtual, Jumat (11/2).
Salah satu alasan diterapkannya kurikulum Merdeka ini adalah anggapan adanya learning loss selama pembelajaran daring hingga blended yang diterapkan ketika Indonesia dilanda pandemic covid-19 yang berlangsung selama kurang lebih 2 (dua) Tahun sejak awal 2020 hingga awal 2022, meskipun pada kenyataanya pembelajaran hingga pertengahan Tahun Ajaran 2021/2023 masih dilakukan secara blended.
Dengan tidak meratanya kemampuan siswa, guru, sekolah dalam penguasaan IT serta terbatasnya sarana dan prasarana yang dimiliki baik siswa, guru, sekolah bahkan lingkungan geografis tempat tinggal yang belum didukung dengan jaringan internet yang kuat sebagai media utama dalam proses pembelajaran daring menjadi alasan kuat penyebab learning loss.
Kurikulum merdeka merupakan kurikulum yang memuat banyak sekali solusi dari permasalahan yang selama ini menghambat proses perkembangan kognitif, keterampilan serta karakter individu siswa, kurikulum merdeka menekankan pada pembelajaran berpusat pada anak sehingga setiap pembelajaran mulai dari persiapan, proses hingga penilaian semua disesuaikan dengan kondisi individu anak.
Persiapan pembelajaran guru harus melakukan pemetaan terhadap kemampuan anak dengan melakukan asesmen awal, pada kegiatan proses guru memberikan materi dengan bobot berbeda pada anak dengan kemampuan awal yang berbeda (diferensi), juga pada hasil akhir penilaian guru membedakan bentuk keberhasilan siswa dengan membedakan tujuan pembelajaran pada masing-masing kelompok anak.
Ada satu hal yang penulis soroti dalam Kurikulum Merdeka ini yaitu pengembangan karakter dan penguatan Profil Pelajar Pancasila melalui kegiatan Projek yang dilaksanakan pada jam pelajaran intrakurikuler (struktur kurikulum merdeka, pen), meskipun dinamakan Projek namun kegiatan ini tidak berfokus pada produk yang dihasilkan, tetapi pada saat berproses anak menunjukkan sikap karakter tertentu sesuai dengan yang harus dibiasakan dan berlanjut setelah kegiatan Projek selesai.
Karakter-karakter tersebut sesuai dengan dimensi Profil Pelajar Pancasila yaitu Beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia, Berkebhinekaan global, Bergotong royong, Mandiri, Bernalar kritis dan Kreatif.
Setiap anak memiliki karakternya masing-masing. Pengertian karakter ini terkadang salah diartikan dengan watak, kepribadian maupun sifat dari anak. Sebenarnya definisi dari karakter sendiri adalah akumulasi dari watak, kepribadian serta sifat yang dimiliki seseorang. Karakter dalam diri anak sebenarnya terbentuk secara tidak langsung dari proses pembelajaraan yang dilaluinya. Karakter manusia bukan berasal dari sesuatu bawaan sejak lahir, namun lebih kepada bentukan dari lingkungan hingga orang-orang yang ada di sekitar nya. Karakter yang ada di dalam diri anak biasanya sejalan dengan tingkah lakunya. Bila orang tersebut selalu melakukan aktivitas yang positif, sopan berbicara, menghargai orang lain, senang menolong, dan lainnya maka dapat dikatakan jika kemungkinan besar karakter yang dimiliki anak tersebut juga sangat baik.
Oleh karena itu membentuk karakter anak sejak dini sangat penting dilakukan ketika alam piker anak masih belum banyak menerima beban pikiran, sehingga pembentukan karakter akan lebih cepat dilakukan. Karakter yang serupa yang dimiliki beberapa anak dalam suatu kelompok tertentu akan menjadi budaya pada kelompok tersebut.
Rilis Lebih dari 14 Single, Zahra Zee Siap Jadi Ikon Lagu Anak Indonesia
Vanya Wijaya Rilis 6 Lagu Inspiratif Lewat Mini Album "Pejuang Tangguh"
Kenneth Trevi Melampaui Batas Disleksia, Mewujudkan Mimpi Jadi Penyanyi Profesional